
Tumpang adalah salah satu kecamatan dari 33 kecamatan di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Dahulu Tumpang dikenal sebagai sentra padi "Ganjarawe" yang menghasilkan "Beras Tumpang". Jumlah penduduk Tumpang kurang lebih 71.985 jiwa yang terdiri dari 35.507 laki-laki, 36.478 perempuan. Kecamatan Tumpang mempunyai potensi dan produk unggulan di bidang pertanian, perkebunan,Industri, dll. dan letak yang strategis untuk menuju obyek-obyek wisata dimana jalan satu satunya dari arah barat untuk menuju ke gunung Bromo dan Semeru
TEMPAT WISATA TUMPANG
- Agro Wisata, terletak di desa Duwet
- Air Terjun Sumber Pitu, terletak di desa Duwet Krajan
- Air Terjun Coban Cindhe, terletak di desa Benjor
- Air Terjun Coban Jahe, Tumpang
- Candi Jajaghu (Jago), Tumpang
- Candi Kidal, terletak di desa Kidal
- Pemandian Sumberingin, Wringinsongo
- Duwet 7.96 2 789
- Duwetkrajan 7.65 3 972
- Benjor9.2 1 473
- Bokor 1.31 1 656
- Jeru 4.69 1 1.451
- Kambingan 3.3 3 978
- Kidal 6.2 4 1.016
- Malangsuko 2.19 1 769
- Ngingit 6.74 3 898
- Pandanajeng 2.76 4 1.436
- Pulungdowo 6.8 2 1.796
- Slamet 2.42 2 953
- Tulusbesar 4.44 4 1.194
- Tumpang 5.66 2 2.517
- Wringinsongo 1.37 2 646
KESENIAN BANTENGAN

Seni Tradisional Bantengan, adalah sebuah seni pertunjukan budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang sangat kental dengan nuansa magis.
Pelaku Bantengan yakin bahwa permainannya akan semakin menarik apabila telah masuk tahap “trans” yaitu tahapan pemain pemegang kepala Bantengan menjadi kesurupan arwah leluhur Banteng (Dhanyangan).
Seni Bantengan yang telah lahir sejak jaman kerajaan jaman Kerajaan Singasari (situs candi Jago – Tumpang) sangat erat kaitannya dengan Pencak Silat. Walaupun pada masa kerajaan Ken Arok tersebut bentuk kesenian bantengan belum seperti sekarang, yaitu berbentuk topeng kepala bantengan yang menari. Karena gerakan tari yang dimainkan mengadopsi dari gerakan Kembangan Pencak Silat.
Tidak aneh memang, sebab pada awalnya Seni Bantengan adalah unsure hiburan bagi setiap pemain Pencak Silat setiap kali selesai melakukan latihan rutin. Setiap grup Bantengan minimal mempunyai 2 Bantengan seperti halnya satu pasangan yaitu Bantengan jantan dan betina.
Walaupun berkembang dari kalangan perguruan Pencak Silat, pada saat ini Seni Bantengan telah berdiri sendiri sebagai bagian seni tradisi sehingga tidak keseluruhan perguruan Pencak Silat di Indonesia mempunyai Grup Bantengan dan begitu juga sebaliknya.
Perkembangan kesenian Bantengan mayoritas berada di masyarakat pedesaan atau wilayah pinggiran kota di daerah lereng pegunungan se-Jawa Timur tepatnya Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan Raung-Argopuro.
Permainan kesenian bantengan dimainkan oleh dua orang yang berperan sebagai kaki depan sekaligus pemegang kepala bantengan dan pengontrol tari bantengan serta kaki belakang yang juga berperan sebagai ekor bantengan. Kostum bantengan biasanya terbuat dari kain hitam dan topeng yang berbentuk kepala banteng yang terbuat dari kayu serta tanduk asli banteng.
Bantengan ini selalu diiringi oleh sekelompok orang yang memainkan musik khas bantengan dengan alat musik berupa gong, kendang, dan lain-lain. Kesenian ini dimainkan oleh dua orang laki-laki, satu di bagian depan sebagai kepalanya, dan satu di bagian belakang sebagai ekornya. dan biasanya, lelaki bagian depan akan kesurupan, dan orang yang di belakangnya akan mengikuti setiap gerakannya.
Tak jarang orang di bagian belakang juga kesurupan. tetapi, sangat jarang terjadi orang yang di bagian belakang kesurupan sedangkan bagian depannya tidak. bantengan dibantu agar kesurupan oleh orang (laki-laki) yang memakai pakaian serba merah yang biasa disebut abangan dan kaos hitam yang biasanya di sebut irengan.
Bantengan juga selalu diiringi oleh macanan. kostum macanan ini terbuat dari kain yang diberi pewarna (biasanya kuning belang oranye), yang dipakai oleh seorang lelaki. macanan ini biasanya membantu bantengan kesurupan dan menahannya bila kesurupannya sampai terlalu ganas. Namun tak jarang macanan juga kesurupan.
JARAN KEPANG
Banyak cara manusia untuk mengekspresikan perasaan dan keyakinannya kepada Yang Maha Kuasa. Salah satunya apa yang dipraktikkan oleh sebagian warga Dusun Kemulan, Tumpang, Kabupaten Malang ini. Mereka mengekspresikan keyakinan mereka kepada Tuhan dengan menggelar jaranan, terutama pada setiap malam Jumat Legi. Malam Jumat Legi adalah malam yang keramat bagi sebagian besar warga Desa Kemulan. Ketika bermain jaranan pada malam itu, mereka seolah menjumpai malam yang penuh nuansa spiritualitas untuk kian mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Berbagai macam sesaji sejak sore sudah disiapkan untuk memasuki proses nyetreke. Sesaji yang diberikan itu adalah cok bakal, yang menandai sebagai ingatan yang terus menerus atas para leluhur, utamanya yang telah meninggal dunia. Setelah nyetreke di pagi hari, pada malam harinya digelar pertunjukan. Tahap pertama dalam pertunjukkan jaranan adalah mengalunkan gending gending pembuka.
Peralatan
musik yang dipergunakan dalam jaranan kepang dor memang berbeda dengan
jenis jaranan kepang lainnya. Jaranan kepang dor tidak menggunakan
peralatan musik yang terbuat dari logam, seperti besi atau tembaga,
melainkan dari kulit dan kayu, seperti Jedor, kendang, angklung, dan kentongan. Alunan gendhing di awal pertunjukan ini dimaksudkan untuk memuji Yang Maha Kuasa. Sementara itu, di balik panggung, sang pawang
terus komat kamit mengucapkan berbagai mantera yang juga merupakan puji
pujian kepada Yang Maha Kuasa. Jadi antara alunan musik dan mantera
menyatu membentuk suasana magis dan khusu’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar